Julis Suriani: Literasi Digital Bukan Sekadar Melek Teknologi, Tapi Juga Etika dan Tanggung Jawab

FDK UIN SUSKA RIAU – Di era digital yang serba cepat dan tanpa batas, kemampuan masyarakat dalam memahami, memilah, dan memanfaatkan informasi digital menjadi hal yang sangat penting. Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Julis Suriani, S.I.Kom., M.I.Kom., menegaskan bahwa literasi digital bukan sekadar soal kemampuan menggunakan teknologi, melainkan juga tentang etika, budaya, dan tanggung jawab dalam dunia maya.

Dalam sebuah podcast bertajuk Dosen Hub, Julis menjelaskan bahwa literasi digital merupakan kemampuan seseorang untuk memahami, mendeteksi, serta menciptakan informasi yang relevan dengan dunia digital dan teknologi. 

“Kita tidak hanya cukup menjadi pengguna aplikasi, tapi juga harus kritis terhadap informasi yang kita terima,” ujarnya.

Julis yang juga dikenal sebagai penggiat literasi digital dan penulis buku Literasi Digital: Teori dan Praktik hasil kolaborasi dengan Siti Hazar Sitorus, menyoroti rendahnya tingkat literasi digital di Indonesia. Ia menyebut, rendahnya minat baca dan kurangnya kemampuan masyarakat dalam menyaring informasi menjadi tantangan besar. 

“Banyak orang mudah sekali menyebarkan berita tanpa memeriksa kebenarannya, bahkan membocorkan data pribadi tanpa sadar,” katanya.

Menurutnya, literasi digital di Indonesia masih berada di bawah negara-negara maju seperti Finlandia, yang sudah mengajarkan literasi digital sejak usia dini. Di Indonesia, literasi digital baru diperkenalkan di tingkat SMP dan SMA, bahkan belum ada undang-undang khusus yang mengaturnya secara spesifik. 

“Saat ini, literasi digital masih berada di bawah payung Undang-Undang ITE,” jelasnya.

Lebih lanjut, Julis menyinggung empat pilar literasi digital yang dicanangkan oleh Kementerian Kominfo, yaitu digital skill, digital safety, digital culture, dan digital ethic. Ia menekankan pentingnya etika digital, atau yang ia sebut sebagai “adab berdigital”. 

“Kita harus beradab dalam menggunakan teknologi. Jangan sembrono berkomentar di media sosial, jangan ikut menyebarkan ujaran kebencian atau body shaming,” tuturnya.

Dalam pandangannya, masyarakat Indonesia perlu menumbuhkan kembali nilai-nilai kesantunan di ruang digital. 

“Indonesia dikenal dengan keramahan, tapi di dunia maya sering kali hal itu tidak terlihat. Mari kita mulai dari hal kecil seperti menulis komentar yang baik, membuat konten yang positif, dan tidak menjelekkan orang lain,” ujarnya.

Julis juga menyoroti peran mahasiswa sebagai agen perubahan di dunia digital. Ia berharap mahasiswa mampu menjadi penggerak literasi digital dan contoh bagi masyarakat. 

“Mahasiswa adalah agen pembaru. Mereka harus kreatif, menghargai karya orang lain, dan menjauhi plagiarisme, baik dalam tulisan maupun konten digital,” pesannya.

Ia turut mengingatkan tentang bahaya ketergantungan terhadap kecerdasan buatan (AI) dalam dunia akademik. 

“AI boleh digunakan sebagai rujukan, tapi bukan untuk menyalin pemikiran orang lain. Kalau kita hanya menyalin, kita akan kehilangan kemampuan berpikir kritis,” tegasnya.

Menutup perbincangan, Julis Suriani berpesan agar masyarakat tidak hanya melek digital, tetapi juga bijak digital. 

“Kita boleh canggih dalam teknologi, tapi jangan kehilangan adab. Mulailah dari hal kecil. Buat konten yang bermanfaat, konsumsi informasi yang sehat, dan jaga nama baik diri serta institusi,” pungkasnya.

Tonton selengkapnya: https://youtu.be/BIAs6ZuoNNE?si=pxVmg-nUmN7OkGGC 

About Mujawaroh Annafi

Check Also

FDK UIN Suska Riau Kunjungi Baznas Riau, Perpanjang Kerja Sama dan Gelar Kuliah Lapangan Prodi Manajemen Dakwah

FDK UIN SUSKA RIAU  – Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sultan Syarif Kasim Riau melakukan kunjungan …