Prof. Imron Rosidi: Drama Korea, Antara Hiburan dan Negosiasi Nilai Islami

Fenomena drama Korea atau drakor yang begitu populer di kalangan anak muda ternyata tidak serta-merta mengubah perilaku dan nilai yang dianut penontonnya. 

Hal ini diungkapkan oleh Dosen Program Studi Manajemen Dakwah Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Prof. Imron Rosidi, S.Pd., M.A., Ph.D saat menjadi narasumber di podcast Dosen Hub FDK UIN Suska Riau, yang tayang di YouTube Suska TV.

Menurut Prof. Imron, hasil penelitiannya yang berjudul Negotiating Representation of Islamic Values on Korean TV Dramas Among Indonesian Muslim Youth menunjukkan, anak muda muslim yang gemar menonton drama Korea bukanlah penonton pasif. 

“Dalam perspektif kajian budaya, manusia adalah agen aktif. Artinya, tidak semua yang ditampilkan oleh drama Korea diterima mentah-mentah,” jelasnya.

Penonton Aktif dan Proses Negosiasi Nilai

Prof. Imron menemukan, para penonton memiliki proses negosiasi, yakni menerima sebagian nilai yang sesuai dengan identitas mereka, dan menolak yang tidak relevan. Seperti, nilai kerja keras, disiplin, menjaga kebersihan, menghormati orang tua yang juga selaras dengan ajaran Islam dan dijadikan sebagai inspirasi positif.

“Nilai-nilai universal seperti disiplin, patuh pada orang tua, dan semangat kerja keras, itu semua ada dalam drama Korea. Itu yang perlu diambil. Sedangkan sisi negatif, cukup dijadikan hiburan, bukan panutan,” ujarnya.

Tepis Kekhawatiran Cultural Imperialism

Menanggapi anggapan bahwa menonton budaya asing dapat menyebabkan cultural imperialism atau penjajahan budaya, Prof. Imron menegaskan bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya tepat.

“Kita hidup di era globalisasi tanpa batas. Pertemuan budaya justru melahirkan hybrid culture atau hibridasi budaya yang memperkaya kebudayaan kita,” katanya.

Ia mencontohkan, budaya Indonesia sendiri adalah hasil percampuran berbagai budaya asing, mulai dari kuliner hingga pakaian. 

Karena itu, ia mendorong agar masyarakat tidak takut berinteraksi dengan budaya luar, selama mampu memfilter nilai yang tidak sesuai.

Peran Orang Tua di Era Globalisasi

Prof. Imron mengingatkan, melarang total anak menonton drama Korea bukanlah solusi. Apalagi di era digital, akses tontonan begitu mudah.

“Orang tua harus menanamkan identitas dan filter nilai sejak dini. Jika identitas keagamaannya kuat, tontonan apapun akan disaring secara otomatis oleh anak,” pesannya.

Menutup perbincangan, Prof. Imron memberikan pesan penting bagi anak muda, khususnya mahasiswa.

“Ambil yang positif, buang yang negatif. Anak muda harus punya semangat fighting, kerja keras, dan fokus pada bidang yang ditekuni. Budaya populer itu sifatnya sementara, jadi manfaatkan untuk memperkaya diri, bukan sebaliknya,” tutupnya.

Tontong selengkapnya: NGE-DRAKOR BANYAK NEGATIFNYA? FENOMENA HALLYU DARI SUDUT PANDANG ILMIAH – YouTube

About Mujawaroh Annafi

Check Also

Prof. Dr. Masduki, M.Ag Resmi Pimpin FDK UIN Suska Riau Periode 2025–2029

FDK UIN Suska Riau – Prof. Dr. Masduki, M.Ag resmi dilantik sebagai Dekan Fakultas Dakwah …