Perkembangan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan kini memasuki ruang-ruang kelas dan kampus dengan pesat.
Dalam episode perdana program podcast Dosen Hub yang tayang di Suska TV, Dosen Ilmu Komunikasi sekaligus Wakil Dekan I Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim (UIN Suska) Riau Dr Muhammad Badri SP M Si, membagikan pandangannya tentang peran AI dalam pendidikan tinggi, khususnya bagi dosen dan mahasiswa.
AI Bukan Ancaman, Tapi Tantangan untuk Beradaptasi
Menurut Dr Badri, AI adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Bahkan ia menyebutnya sebagai “akal imitasi” atau kecerdasan buatan yang telah masuk ke hampir seluruh lini kehidupan, termasuk dalam dunia akademik.
“AI bukan untuk dihindari, tapi untuk diadaptasi. Jika tidak, peran dosen bisa tergantikan,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya sivitas akademika, terutama dosen, untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perubahan teknologi. Jika tidak, dunia pendidikan tinggi akan tergilas oleh kemajuan zaman.
Literasi AI: Kunci Menghindari Ketergantungan dan Kematian Nalar
Salah satu kekhawatiran utama terhadap penggunaan AI di kampus adalah hilangnya kemampuan berpikir kritis dan kreatif mahasiswa. Fenomena mahasiswa yang menyelesaikan tugas hanya dengan bantuan AI seperti ChatGPT atau Gemini kini menjadi hal umum.
“Kalau semua proses dikerjakan AI, mahasiswa kehilangan proses belajar. Maka literasi AI itu penting. AI hanya alat bantu, bukan pengganti akal manusia,” jelas Dr Badri.
Ia mendorong dosen untuk lebih fokus pada proses pembelajaran, misalnya dengan mendorong mahasiswa turun langsung ke lapangan, mencari data primer, lalu memanfaatkan AI hanya untuk menyusun dan memperbaiki presentasi atau tulisan mereka.
Dosen Juga Harus Adaptif dan Belajar Sepanjang Hayat
Dr Badri menyadari bahwa generasi mahasiswa saat ini adalah generasi digital native yang sudah akrab dengan teknologi sejak lahir. Oleh karena itu, dosen tidak boleh tertinggal.
“Belajar itu sepanjang hayat. Dosen pun harus terus belajar agar tidak dikalahkan oleh mahasiswanya sendiri,” ujar Badri sambil menekankan pentingnya pelatihan literasi AI untuk dosen dan mahasiswa.
Ia juga menyinggung perlunya kurikulum yang adaptif terhadap perkembangan AI, termasuk penerapan etika penggunaan teknologi dalam pembelajaran.
Ancaman Nyata Jika AI Disalahgunakan
Dr Badri mengingatkan bahwa penggunaan AI yang tidak bijak dapat membawa dampak negatif, seperti plagiarisme, ketergantungan berlebihan, dan hilangnya integritas akademik.
Bahkan, dalam dunia kerja, ketergantungan pada AI bisa menjadi bumerang.
“Mahasiswa yang terbiasa bertanya pada AI akan kebingungan saat menghadapi wawancara kerja secara langsung,” katanya.
Oleh sebab itu, evaluasi pembelajaran perlu dikombinasikan dengan metode tradisional seperti presentasi lisan atau ujian tulis tangan.
Mengembalikan AI ke Fungsi Asalnya: Alat Bantu Manusia
Dalam penutup wawancara, Dr Badri menegaskan AI harus tetap dikendalikan oleh manusia, bukan sebaliknya. AI hanya sekadar alat bantu, bukan pengganti nalar dan akal sehat manusia.
“Kita adalah pemimpin teknologi, bukan yang dipimpin olehnya,” tutupnya.